Selasa, 12 Agustus 2014

Pencucian Uang Menurut Hukum Islam


1.     Pencucian Uang Menurut Hukum Islam
Pencucian uang merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi. Berkaitan dengan kegiatan ekonomi, Islam memandang sebagai salah satu aspek dari seluruh risalah Islam. Hal ini terlihat secara jelas baik dalam prinsip maupun ciri-ciri ekonomi Islam, bahkan pada etika bisnis dalam Islam. Ciri-ciri Ekonomi Islam dikemukakan oleh Ahmad Muhammad Al ‘Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim dalam bukunya.Menurutnya Ekonomi Islam mempunyai ciri-ciri khusus, yang membedakannya dari ekonomi hasil penemuan manusia. Ciri-ciri tersebut jika diringkas adalah sebagai berikut :
a.Ekonomi Islam merupakan Bagian dari Sistem Islam yang Menyeluruh
Ekonomi hasil penemuan manusia, dengan sebab situasi kelahirannya, benar benar terpisah dari agama. Hal terpenting yang membedakan ekonomi Islam adalah hubungannya yang sempurna dengan agama Islam, baik sebagai akidah maupun syariat. Oleh karena itu adalah tidak mungkin untuk mempelajari ekonomi Islam terlepas dari akidah dan syariat Islam karena sistem ekonomi Islam merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan akidah sebagai dasar.
b. Kegiatan Ekonomi dalam Islam Bersifat Pengabdian
Sesuai dengan akidah umum, kegiatan ekonomi menurut Islam berbeda dari kegiatan ekonomi dalam sistem-sistem hasil penemuan manusia, baik kapitalisme maupun sosialisme. Kegiatan ekonomi bisa saja berubah dari kegiatan material semata-mata menjadi ibadah yang akan mendapatkan pahala bila dalam kegiatannya itu ia mengharapkan wajah Allah SWT, dan ia mengubah niatnya demi keridaan-Nya.
c. Kegiatan Ekonomi dalam Islam Bercita-cita Luhur
Sistem hasil penemuan manusia, baik kapitalisme maupun sosialisme, bertujuan untuk memberikan keuntungan material semata-mata bagi pengikut-pengikutnya. Itulah citacitanya dan tujuan ilmunya.
d.Pengawasan terhadap Pelaksanaan Kegiatan Ekonomi dalam Islam                                 
pengawasan yang sebenarnya, yang mendapat kedudukan utama Dalam ekonomi Islam, di samping adanya pengawasan syariat yang dilaksanakan oleh kekuasaan umum, ada pula pengawasan yang lebih ketat dan lebih aktif, yakni pengawasan dari hati nurani yang terbina atas kepercayaan akan adanya Allah dan perhitungan hari akhir.
e.Ekonomi Islam Merealisasikan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dan

Kepentingan Masyarakat Selanjutnya M. Husein Sawit mengemukakan Prinsip-prinsip Ekonomi Islam:
a. Dalam ekonomi Islam, berbagai jenis sumberdaya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia, sebagai orang yang dipercaya-Nya. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam berproduksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan orang lain dan terpenting kegiatan tersebut akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.
b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi atau faktor produksi. Akan tetapi hak pemilikan individu tidak mutlak dan tidak bersyarat.
c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerjasama, ini berbeda sekali dengan sistem pasar bebas dalam mencapai tingkat keseimbangan di berbagai bidang.
d. Peranan pemilikan kekayaan pribadi harus berperan, yaitu sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
e. Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
f.. Seorang muslim harus takut kepada Allah dan hari penentuan/akhirat seperti diutarakan dalam Al-Qur’an: “Dan takutilah hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diberi balasan dengan sempurna sesuai usahanya ( amal ibadahnya). Dan mereka tidak teraniaya.” (Q.S. 2:281).
Setiap orang boleh berusaha dan menikmati hasil usahanya dan harus memberikan sebagian kecil hasil usahanya itu kepada orang yang tidak mampu, yang diberikan itu adalah harta yang baik. Allah SWT sangat murah, maka disediakanlah alam semesta ini untuk keperluan manusia. Selanjutnya akan diuraikan Prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu :
a. Tidak boleh melampaui batas, hingga membahayakan kesehatan lahir dan batin manusia, diri sendiri maupun orang lain (Al Quran surat Al-A’raf ayat 31).
b. Tidak boleh menimbun-nimbun harta tanpa bermanfaat bagi sesama manusia (Al Quran surat At-Taubah ayat 34).
c. Memberikan zakat kepada yang berhak (mustahiq).
d. Jangan memiliki harta orang lain tanpa sah.
e. Mengharamkan riba, menghalalkan dagang.
f. Menyongsong dagangan diluar kota.
Betapa pentingnya kelancaran jalannya pasar bebas dipandang oleh Islam, hingga tidak boleh diganggu oleh faktor-faktor yang merintangi lancarnya jalan itu, seperti misalnya konkurensi yang tidak jujur, yang disebabkan oleh hawa nafsu dan keutamaan, nyata benar dari berbagai hadist
Dari Ciri-ciri dan prinsip-prinsip ekonomi Islam, Islam memberikan pula kaedah penuntun pelaksaan ekonomi Islam melalui etika bisnis. Menurut Miftah Faried kerja keras mencari nafkah dinilai oleh Islam sebagai Ibadah, amal shalih, jihad dan penghapus dosa kesalahan. Indikator kesalihan seorang muslim antara lain tampak pada :
- kompetitif ( sabiqun bilkhoirot )
- banyak manfaat untuk orang lain ( Anfa’uhum lannas )
- banyak meminta kepada Allah serta gemar memberi kepada orang lain
- ramah ( rahmatan lil alamain )
- amanah ( jujur )
Nilai – nilai tersebut harus tercermin pada setiap aspek kehidupan termasuk pada
aktivitas bisnis.
Etika Kerja / Bisnis seorang muslim :
a. dilarang menempuh jalan yang dapat :
1) melupakan mati ( Q.S.At Takasur )
2) melupakan zikrillah ( Q.S. Al Munafiqun )
3) Melupakan Shalat dan Zakat ( Q.S.An Nur 37 )
4) Memusatkan kekayaan hanya pada kelompok orang-orang kaya saja ( Q.S. Al Hasyr 7 )
b. Dilarang menempuh usaha yang haram seperti :
1) Riba ( Q.S. Al baqarah 275 )
2) Judi ( Q.S.Al Maidah 90 )
3) Curang ( Q.S.Al Muthaffifin 1-4 )
4) Curi ( Q.S. Al Al Maidah 38)
5) Jahat/bathil/Dosa ( Q.S. Al baqarah 188 dan Q.S.An Nisa 29)
6) Suap menyuap
7) Mempersulit pihak lain ( H.R.Bukhori)
Dengan mengkaji ciri-ciri, prinsip-prinsip dan etika bisnis Islam, maka dapat
diketahui bahwa pencucian uang termasuk katagori perbuatan yang diharamkan karena dua hal; pertama dari proses memperolehnya, uang diperoleh melalui perbuatan yang haramkan (misalnya dari judi, perjualan narkoba, korupsi, atau perbuatan curang lainnya) dan proses pencuciannya, yaitu berupaya menyembunyikan uang hasil kemaksiatan dan bahkan menimbulkan kemaksiatan dan kemudharatan berikutnya.  

2.     Faktor – faktor Pendorong Terjadinya Pencucian Uang
1.      Faktor pendorong terjadinya pencucian uang begitu komleks. Ada beberapa faktor pendorong terjadinya pencucian uang, menurut Hukum Positif diantaranya sebagai berikut 
A.    Faktor globalisasi. Globalisasi selain berdampak positif terhadap kemajuan manusia, juga dalam beberapa hal termasuk dalam hal pencurian uang, menimbulkan pula dampak negatif. Bahkan kecenderungan dunia yang semakin mengglobal ini, dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk melakukan pencucian uang. Menurut Pino Arlacchi, globalisasi telah dijadikan wahana bagi para pelaku pencucian uang untuk dengan leluasa melakukan pencucian uang hasil suatu tindak pidana yang kemudian diproses menjadi uang yang seolah – olah bersih dengan melalui mekanisme pencucian uang, dengan mudah dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainya dalam waktu singkat, sehingga akan semakin sulit untuk terlacak
B.     Cepatnya kemajuan teknologi. Teknologi yang mendorong maraknya pencucia uang adalah teknologi di bidang informasi. Dengan majunya teknologi informasi tersebut batas-batas negara menjadi, akibatnya kejahatan-kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh organisasi – organisasi kejahatan mudah dilakukan secara lintas batas negara. Kemudian kejahatan-kejahatan tersebut berubah menjadi kejahatan-kejahatan yang bersifat internasional. Pada saat ini, organisasi kejahatan dapat secara mudah dan cepat memindahkan sejumlah uang dalam jumlah besar dari satu yurisdiksi ke yurisdiksi lain.
C.     Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat dari negara bersangkutan. Ketatnya suatu peraturan perbankan dalam hal kerahasiaan bank atas nasabah dan data-data rekeningnya, menyebabkan para pemilik dana gelap sulit dilacak dan disentuh secara hukum. Semakin ketat sistem kerahasiaan bagi suatu negara, maka semakin intens pula dipergunakan sebagai sarana pencucian uang
D.    Dimungkinkan oleh ketentuan perbankan suatu negara, seseorang untuk menyimpan dana disuatu negara, seseorang untuk menyimpan dana di suatu bank dilakukan dengan menggunakan nama samaran atau bahkan tanpa nama. Seperti di Austria, yang ditenggarai sebagai salah satu negara yang banyak dijadikan tempat untuk kegiatan pencucian uang dari para koruptor dan pelaku tindak pidana perdagangan gelap narkoba, membolehkan seseorang atau suatu organisasi untuk membukarekening disebuah bank secara tanpa nama
E.     Dimungkinkan pencucian uang dengan menggunakan cara yang disebut layering , pihak yang menyimpan dana di bank bukanlah pemilik dana yang sesungguhnya. Layering ini dapat menyulitkan pendektesian pencucian uang oleh aparatur penegak hukum. Dengan hal ini, uang yang telah ditempatkan pada sebuah bank dipindahkan ke bank lain, baik bank yang ada dinegara tersebut maupun dinegara lain. Pemindahan ini dilakukan beberapa kali, sehingga tidak lagi dapat dilacak oleh penegak hukum dari negara tertentu
F.      Adanya faktor ketentuan hukum bahwa hubungan lawyer dengan klien dan akuntan dengan klien adalah hubungan kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan. Seringkali terjadi dana yang disimpan dibank diatasnamakan lawyer atau akuntannya dan para lawyer atau akuntan yang menyimpan dana di bank tas nama klienya tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkap identitas klienya. Akibatnya , seorang lawyer atau akuntan tidak dapat dimintai keterangan mengenai hubunganya dengan klienya
G.    Ketidak sungguhan pemerintah dari suatu negara untuk memberantas pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan negara tersebut. Pemerintah negara tersebut dengan sengaja membiarkan terjadinya pencucian uang berlangsung dinegararanya, karena negara tersebut memperoleh keuntungan dari dilakukanya penempatan uang dinegaranya. Keuntungan yang diperoleh adalah terkumpulnya dana di perbankan negara tersebut yang sangat diperlukan untuk membiayai pembangunan, atau dengan terkumpunya dana di perbankan negar tersebut memperoleh banyak keuntungan dari penyaluran dana itu, yang lebih lanjut dapat memberikan kontribusi berupa pajak yang besar kepada Negara


Berikut adalah di antara pintu-pintu pencucian uang pada saat zaman Nabi Muhammad:
A.    Saat pengumpulan harta rampasan perang, sebelum harta tersebut dibagikan.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan.
((غَزَا نَبِيٌّ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لَا يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا وَلَا أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا وَلَا أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ يَنْتَظِرُ وِلَادَهَا فَغَزَا فَدَنَا مِنْ الْقَرْيَةِ صَلَاةَ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا فَحُبِسَتْ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَجَمَعَ الْغَنَائِمَ فَجَاءَتْ يَعْنِي النَّارَ لِتَأْكُلَهَا فَلَمْ تَطْعَمْهَا فَقَالَ إِنَّ فِيكُمْ غُلُولًا فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ فَلْيُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمْ الْغُلُولُ فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنْ الذَّهَبِ فَوَضَعُوهَا فَجَاءَتْ النَّارُ فَأَكَلَتْهَا، ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنَا الْغَنَائِمَ رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَالَنَا))
"Ada seorang nabi berperang, lalu ia berkata kepada kaumnya : "Tidak boleh mengikutiku (berperang) seorang yang telah menikahi wanita, sementara ia ingin menggaulinya, dan ia belum melakukannya; tidak pula seseorang yang yang telah membangun rumah, sementara ia belum memasang atapnya; tidak pula seseorang yang telah membeli kambing atau unta betina yang sedang bunting, sementara ia menunggu (mengharapkan) peranakannya".

Lalu nabi itu pun berperang dan ketika sudah dekat negeri (yang akan diperangi) tiba atau hampir tiba shalat Ashar, ia berkata kepada matahari : "Sesungguhnya kamu diperintah, dan aku pun diperintah. Ya Allah, tahanlah matahari ini untuk kami," maka tertahanlah matahari itu hingga Allah membukakan kemenangan baginya. Lalu ia mengumpulkan harta rampasan perang. Kemudian datang api untuk melahapnya, tetapi api tersebut tidak dapat melahapnya. Dia (nabi itu) pun berseru (kepada kaumnya): "Sesungguhnya di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul (mengambil harta rampasan perang secara diam-diam). Maka, hendaklah ada satu orang dari setiap kabilah bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan seseorang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul, maka hendaknya kabilahmu bersumpah (berbai’at) kepadaku," kemudian ada tangan dari dua atau tiga orang menempel ke tangannya (berbai’at kepada nabi itu), lalu ia (nabi itu) berkata,"Di antara kalian ada (yang berbuat) ghulul," maka mereka datang membawa emas sebesar kepala sapi, kemudian mereka meletakkannya, lalu datanglah api dan melahapnya. Kemudian Allah menghalalkan harta rampasan perang bagi kita (karena) Allah melihat kelemahan kita.

B.  Ketika pengumpulan zakat maal (harta).
Seseorang yang diberi tugas mengumpulkan zakat maal oleh seorang pemimpin negeri, jika tidak jujur, sangat mungkin ia mengambil sesuatu dari hasil (zakat maal) yang telah dikumpulkannya, dan tidak menyerahkannya kepada pemimpin yang menugaskannya. Atau dia mengaku yang dia ambil adalah sesuatu yang dihadiahkan kepadanya. Peristiwa semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memperingatkan dengan keras kepada petugas yang mendapat amanah mengumpulkan zakat maal tersebut dengan mengatakan :
((أَفَلَا قَعَدْتَ فِي بَيْتِ أَبِيكَ وَأُمِّكَ فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لَا))
"Tidakkah kamu duduk saja di rumah bapak-ibumu, lalu lihatlah, apakah kamu akan diberi hadiah (oleh orang lain) atau tidak?"
Kemudian pada malam harinya selepas shalat Isya’ Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berceramah (untuk memperingatkan perbuatan ghulul kepada khalayak). Di antara isi penjelasan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan :
((فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا لَهَا خُوَارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ))
"(Maka) Demi (Allah), yang jiwa Muhammad berada di tanganNya. Tidaklah seseorang dari kalian mengambil (mengkorupsi)/(pencucian uang) sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …"
3.      Hadiah untuk petugas, dengan tanpa sepengetahuan dan izin pemimpin atau yang menugaskannya.
Dalam hal ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
((هَدَايَا الْعُمَّالِ غُلُولٌ))
"Hadiah untuk para petugas adalah ghulul".
4.      Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul , padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits yang telah lalu, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul
Selain itu, perbuatan ghulul ini termasuk dalam kategori memakan harta manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana dalam firmanNya :
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui" [al Baqarah/2:188]
Juga firmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…" [an Nisaa`/4 : 29].
3.Akibat Perbuatan Pencucian Uang
1. Menurut Hukum Positif:
A.    pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba, para penyelundup dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum untuk memberantasnya dan biaya perawatan serta pengobatan kesehatan bagi para korban atau para pencandu narkoba;
B.     pencucian uang mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan (financial community) sebagai akibat demikian besarnya jumlah uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar;
C.     pencucian uang mengurangi pendapatan Pemerintah dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur dan mengurangi kesempatan kerja yang sah;
D.    mudahnya uang masuk ke Kanada telah menarik unsur yang tidak diinginkan melalui perbatasan, menurunkan tingkat kualitas hidup, dan meningkatkan kekhawatiran terhadap keamanan nasional
2.  Tinjauan Hadist:
A.    Pelaku pencucian uang akan dibelenggu, atau ia akan membawa hasil pencucian uang pada hari Kiamat, sebagaimana ditunjukkan dalam ayat ke-161 surat Ali Imran dan hadits ‘Adiy bin ‘Amirah Radhiyallahu 'anhu di atas. Dan dalam hadits Abu Humaid as Sa’idi Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ...))
"Demi (Allah), yang jiwaku berada di tanganNya. Tidaklah seseorang mengambil sesuatu daripadanya (harta zakat), melainkan dia akan datang pada hari Kiamat membawanya di lehernya. Jjika (yang dia ambil) seekor unta, maka (unta itu) bersuara. Jika (yang dia ambil) seekor sapi, maka (sapi itu pun) bersuara. Atau jika (yang dia ambil) seekor kambing, maka (kambing itu pun) bersuara …”
B.     Perbuatan korupsi & pencucian uang menjadi penyebab kehinaan dan siksa api neraka pada hari Kiamat. Dalam hadits Ubadah bin ash Shamit Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
((... فَإِنَّ الْغُلُولَ عَارٌ عَلَى أَهْلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشَنَارٌ وَنَارٌ))
"…(karena) sesungguhnya ghulul (korupsi )/(pencucian uang)itu adalah kehinaan, aib dan api neraka bagi pelakunya".
C.     Orang yang mati dalam keadaan membawa harta ghulul (korupsi)/(pencucian uang) ia tidak mendapat jaminan atau terhalang masuk surga. Hal itu dapat dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ))
"Barangsiapa berpisah ruh dari jasadnya (mati) dalam keadaan terbebas dari tiga perkara, maka ia (dijamin) masuk surga. Yaitu kesombongan, ghulul (korupsi)/(pencucian uang) dan hutang".
D.    Allah tidak menerima shadaqah seseorang dari harta ghulul (korupsi)/(pencucian uang) sebagaimana dalam sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ))
"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan shadaqah tidak diterima dari harta ghulul (korupsi)/(pencucian uang)".
E.     Harta hasil pencucian uang adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
((أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنْ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ وَقَالَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ))
"Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul, makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya Rabb…," tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?".
3. Tinjauan al-Qur’an:
Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. 2:168).











A.   Kesimpulan
Dalam UU No. 25 tahun 2003 dinyatakan bahwa memperoleh uang dari pencucian uang berarti memperoleh uang dari perbuatan maksiat (dilarang) sebagaimana yang diatur dalam UU tindak pidana. hukum Islam dengan tegas menyatakan bahwa money laundering merupakan perbuatan yang dilarang, sebab adanya unsur merugikan kepentingan umum dan sebagai perbuatan tercela menurut ukuran moralitas agama. Pencucian uang termasuk katagori perbuatan yang diharamkan karena dua hal; pertama dari proses memperolehnya, uang diperoleh melalui perbuatan yang haramkan dan proses pencuciannya, yaitu berupaya menyembunyikan uang hasil kemaksiatan dan bahkan menimbulkan kemaksiatan dan kemudharatan berikutnya.

B.   Saran
A.    Umumnya peraturan perudangan – undangan di Indonesia memiliki kelemahan dalam hal sosialisasi dan law enforcement, oleh karena itu UU Tindak Pidana Pencucian . Uang memerlukan sosialisasi dan pengawasan dalam pelaksanaannya.
B.     Tindak pidana pencucian uang dilakukan dengan sarana dan modus operandi yang canggih, oleh karena itu semua unsur penegak hukum dalam perkara ini harus mempunyai keahlian dan keterampilan yang khusus yang memadai.
C.     Para pelaku pencucian uang adalah orang – orang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan memiliki profesi tertentu. Para aparat penegak hukum harus memiliki integritas yang tinggi dalam menangani kasus ini.
D.    Sehubungan dengan semakin berkembangkan kegiatan (transaksi) di bidang perekonomian yang disertai dengan praktik – praktik kejahatan di bidang ekonomi, perlu dilakukan kajian yang intensif dari para pakar ekonomi Islam dan para ulama sehingga masyarakat terutama ummat Islam memiliki pedoman dalam melakukan kegiatan perekonomiannnya.





DAFTAR PUSTAKA

§  Siahaan,NTH.2002. Pencucian uang dan Kejahatan Perbankan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
§  Silalahi,Pande.1995. and sistem keuangan internasiona. Jakarta : Majalah Hukum
§  Al ‘Assal, Muhammad Ahmad . Abdul Karim,Ahmad Fathi. 1999. Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia
§  Fariedl, Miftah.2000. Konsep dan Etika Bisnis Perbankan Syariah.Jakarta: Makalah pada Seminar Nasional Perbankan Syariah, LPPM UNPAD dan BI
§  Adjie,Seno.2001.Prospektif Hukum Pidana,Jakarta: CV Rizkita
§  Rohim.2008. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi.Jakarta: Pena Multi Media
§  Suranta,Aries.2010. Peranan PPATK dalam mencegah terjadinya praktik money loundring.Jakarta: Gramata Publishing














Tidak ada komentar:

Posting Komentar